Sejak 10 tahun yang lalu, pengembangan pesawat tanpa awak sudah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Memasuki tahun ini, riset penerbangan di Lapan sendiri sudah tahap
pembuatan prototipe pesawat tanpa awak. Pesawat ini nantinya dapat
digunakan untuk tujuan pemantauan kondisi bencana seperti, bencana alam,
kebakaran hutan, serta pemetaan rupa bumi. Selain lembaga-lembaga
tersebut di atas, pengembangan pesawat tanpa awak ini juga melibatkan
Direktorat Jenderal perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Kerjasama
antara pihak-pihak terkait sudah disepakati akhir bulan April lalu.
Beberapa pesawat tanpa awak pun sudah berhasil dikembangkan di Indonesia, seperti pesawat intai tanpa awak yang disebut Lapan SUAV-01
yang digunakan untuk tujuan pemantauan. Pesawat ini telah diuji coba
untuk memotret kondisi Gunung Merapi pada ketinggian 2000 meter. Selain
pesawat tersebut ada juga pesawat BPPT01A-200-PA7 yang diberi nama “Wulung”
yang akan diproduksi berjumlah 3 unit untuk memenuhi kebutuhan
kementrian Pertahanan. Pesawat tanpa awak ini akan digunakan untuk
pengawasan transportasi, SAR, penelitian atmosfer, dan pengamatan
vegetasi daerah kritis. Pengembangan pesawat ringan tanpa awak juga
dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi, seperti UGM, ITB, dan ITS.
Rancangan dari Fakultas Teknik UGM misalnya, mengembangkan UAV model Quadcopter.
Pesawat yang berjenis helikopter ini mempunyai 4 baling-baling yang
bisa terbang kesegala arah bergerak secara horizontal dan vertikal dan
dapat menjangkau ke berbagai sudut. Pesawat UAV UGM telah melakukan
ujicoba memantau Candi Borobudur pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
Dibekali sistem pemodelan citra berbasis fotogrametri, pesawat ini mampu
mengambil gambar objek dengan resolusi 10 sampai 30 cm. Untuk
pemotretan seluruh area Candi Borobudur, cukup dengan 4 sampai 6 foto.
Akhirnya setelah menghasilkan prototipe pesawat nirawak, lapan melangkah lebih maju dengan mengembangkan pesawat ringan generasi kedua yang disebut Lapan Surveillance Aircraft (LSA).
Pesawat ini nantinya dapat mengangkut 2 awak. Menurut Kepala Pusat
Teknologi Penerbangan Lapan, Rika Andiarti, LSA nantinya akan digunakan
untuk mengumpulkan data verifikasi dan validasi data satelit. LSA sangat
efisien, karena dapat memantau lebih cepat ketimbang dengan satelit,
yang harus menunggu hasil data sekitar 16 hari. Dalam pengembangan
pesawat LSA, lapan bekerjasama dengan Universitas Teknik Berlin.
Source :
0 komentar:
Posting Komentar